Membahas tentang hubungan antara Islam dan politik, atau Islam dan
negara senantiasa menjadi hal yang
menarik untuk dikaji. Hubungan Islam dan politik tersebut melibatkan berbagai
kalangan seperti kiai, politisi,
akademisi, partai politik dan negara yang melintasi rentan waktu yang panjang
dalam sejarah islam dan politik di
negeri ini. Negara Indonesia bukanlah negara Islam, namun mayoritas penduduk
Indonesia adalah beragama Islam. Dalam pandangan sistem politik, masyarakat Indonesia memandang
penting transformasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial politik. Hubungan
manusia dengan kekuasaan (politik) yang dilandasi oleh petunjuk ajaran Islam
disebut dengan Islam politik. Kajian Islam politik merupakan kajian yang lebih
banyak menitik beratkan perilaku politik individu atau institusi dengan latar
belakang kesadaran dan keyakinan keagamaan (Islam). Di Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam kajian Islam politik selalu menjadi perdebatan yang
tak kunjung usai. Perdebatan itu terutama terkait dengan masalah hubungan Islam
(agama) di satu sisi dengan politik (negara) disisi lain. Seperti yang saat ini
sedang ramai diperdebatkan yaitu
pemilihan presiden dan wakil presiden periode tahun 2014-2019. Pada pemilihan presiden
dan wakil presiden yang telah diadakan serentak di Indonesia pada hari Rabu
tanggal 9 Juli 2014 kemarin, terdapat dua pasangan capres yang akan merebutkan
satu kursi kepemimpinan.
Pada pelaksanaan pemilu tentunya tidak lepas dengan yang namanya
kampanye. Adanya kampanye berguna untuk menarik simpati masyarakat agar memberi
dukungan kepada para calon. Dengan kampanye ini biasanya para calon menyebutkan
tentang visi misi, janji-janji dan kinerja-kinerja yang akan direalisasikan
setelah menjadi presiden nanti. Namun, selain adanya kampanye yang bersifat positif
juga terdapat kampanye yang bersifat negatif dan juga kampanye hitam. Kampanye
negatif berbeda dengan kampanye hitam. Kampanye negatif yaitu pesan-pesan
negatif terhadap lawan (kompetitor) yang berdasarkan fakta yang jujur dan
relevan. Sedangkan kampanye hitam (black campaign) adalah pesan negatif
terhadap para calon yang tidak didasarkan pada fakta, tidak ada sumber data
yang bisa dipertanggungjawabkan, bahkan menjerumus pada fitnah.
Dalam memilih
pemimpin negeri ini, masyarakat tidak hanya memandang pada kinerja-kinerja yang
akan direalisasikan oleh masing-masing calon, tetapi konteks agama juga berperan
penting dalam memilih pemimpinn. Masyarakat akan cenderung mendukung calon
presiden dan wakil presiden yang memiliki agama bahkan paham (golongan) yang
sama dengan mereka. Adanya peran agama dalam pemilihan presiden dan wakil
presiden, para calon meminta restu kepada para ulama-ulama besar dan para kiai
sekaligus untuk meminta dukungan. Karena Ulama dan kiai memiliki banyak
pengikut dan pengikutnya tersebut cenderung akan mengikuti pemimpinnya.
Menjelang
pemilu ini, banyak sekali kampanye-kampanye yang bermunculan yang dilakukan
oleh para pendukung calon untuk menjatuhkan pamor lawan dengan mengungkapkan kejelekan-kejelekan
dari lawannya, baik dalam sejarah politiknya maupun agamanya. Adanya banyak
kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing kubu untuk menjatuhkan lawannya
dengan mengungkapkan kejelekan-kejelekan ras dan agama lawannya menyebabkan
masyarakat sulit memilah mana yang termasuk fakta, dan mana yang termasuk
kampanye hitam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahkan
kebanyakan masyarakat awam langsung menerima dan mempercayai adanya kabar
tersebut tanpa menyelidiki kebenaran dari informasi-informasi yang mereka
peroleh. Kampanye negatif tersebut mengungkapkan
asal-usul agama dari masing-masing capres dan cawapres ke publik. Misalnya pada
kubu A dia adalah orang Islam yang dipertanyakan keislamannya karena dia hidup
pada lingkungan keluarga yang beragama non-Islam (kristiani). Sedangkan pada
kubu B dikabarkan bahwa dia berasal dari keturunan china dan tidak bragama Islam,
namun ada juga yang menyatakan bahwa dia adalah seorang muallaf. Berita seperti
itu tentunya sangat merugikan apabila yang telah mencuat ke telinga masyarakat
hanyalah isu belaka yang entah dimana kebenaran dari berita itu semua. Oleh
karena itu kita dituntut untuk lebih selektif dalam menanggapi rumor tentang
kampanye-kampanye dalam PILPRES kali ini.
Dalam Islam
sendiri tidak pernah memandang negatif akan adanya Pemilihan Umum. Bahkan dalam
Islam mendukung penuh akan Pemilu. Karena dalam suatu bangsa kita membutuhkan
seorang pemimpin. Pemilihan seorang pemimpin dalam Islam dilakukan setelah
wafatnya Rasulullah SAW. dalam pemilihan khalifah pun banyak perdebatan
dikalangan sahabat. Mereka mempunyai alasan siapa yang mampu menggantikan tapuk
kepemimpinan setelah Rasulullah. Politik yang ada sekarang pun ada juga pada
zaman Rasulullah SAW. hanya pelaku dan peranan-peranannya yang agak berbeda.
Demokrasi pada masa Sahabat dengan musyawarah, sedangkan sekarang dilakukan
dengan diadakannya pemilihan umun. Adanya persoalan dalam pemilihan umum itu
bukan karena system pemerintahannya. Tetapi karena oknum-oknum yang salah
mengartikan pemilihan umum itu sendiri, bahkan menyalahgunakan adanya pemilu
tersebut. Sekarang mulai gencar akan GOLPUT dalam masyarakat. Masyarakat
menganggap politik Indonesia sudah kotor. Islam tidak pernah mengajarkan golput
terjadi dalam pemilihan calon pemimpin bangsa ini. Pro kontra mengenai golput
pun tidak asing lagi kita temui dalam suasana seperti ini.
Mengenai
pandangan islam tentang pilpres, itu kembali pada pemikiran individunya
masing-masing. Bagaimana mereka menyikapi sistem politik itu. Yang diharapkan
dalam pilpres ini yaitu berjalan dengan damai, sesuai dengan syariat. Dan untuk
calon yang nantinya akan memduduki kursi kepemimpinan mampu mengembankan amanat
yang telah diberikan.