Jumat, 11 Juli 2014

Pandangan Agama Islam terhadap Pemilihan Presiden



Membahas tentang hubungan antara Islam dan politik, atau Islam dan negara senantiasa menjadi  hal yang menarik untuk dikaji. Hubungan Islam dan politik tersebut melibatkan berbagai kalangan seperti  kiai, politisi, akademisi, partai politik dan negara yang melintasi rentan waktu yang panjang dalam sejarah islam dan  politik di negeri ini. Negara Indonesia bukanlah negara Islam, namun mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Dalam pandangan  sistem politik, masyarakat Indonesia memandang penting transformasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial politik. Hubungan manusia dengan kekuasaan (politik) yang dilandasi oleh petunjuk ajaran Islam disebut dengan Islam politik. Kajian Islam politik merupakan kajian yang lebih banyak menitik beratkan perilaku politik individu atau institusi dengan latar belakang kesadaran dan keyakinan keagamaan (Islam). Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam kajian Islam politik selalu menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Perdebatan itu terutama terkait dengan masalah hubungan Islam (agama) di satu sisi dengan politik (negara) disisi lain. Seperti yang saat ini  sedang ramai diperdebatkan yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden periode tahun 2014-2019. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden yang telah diadakan serentak di Indonesia pada hari Rabu tanggal 9 Juli 2014 kemarin, terdapat dua pasangan capres yang akan merebutkan satu kursi kepemimpinan.
Pada pelaksanaan pemilu tentunya tidak lepas dengan yang namanya kampanye. Adanya kampanye berguna untuk menarik simpati masyarakat agar memberi dukungan kepada para calon. Dengan kampanye ini biasanya para calon menyebutkan tentang visi misi, janji-janji dan kinerja-kinerja yang akan direalisasikan setelah menjadi presiden nanti. Namun, selain adanya kampanye yang bersifat positif juga terdapat kampanye yang bersifat negatif dan juga kampanye hitam. Kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam. Kampanye negatif yaitu pesan-pesan negatif terhadap lawan (kompetitor) yang berdasarkan fakta yang jujur dan relevan. Sedangkan kampanye hitam (black campaign) adalah pesan negatif terhadap para calon yang tidak didasarkan pada fakta, tidak ada sumber data yang bisa dipertanggungjawabkan, bahkan menjerumus pada fitnah.
Dalam memilih pemimpin negeri ini, masyarakat tidak hanya memandang pada kinerja-kinerja yang akan direalisasikan oleh masing-masing calon, tetapi konteks agama juga berperan penting dalam memilih pemimpinn. Masyarakat akan cenderung mendukung calon presiden dan wakil presiden yang memiliki agama bahkan paham (golongan) yang sama dengan mereka. Adanya peran agama dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, para calon meminta restu kepada para ulama-ulama besar dan para kiai sekaligus untuk meminta dukungan. Karena Ulama dan kiai memiliki banyak pengikut dan pengikutnya tersebut cenderung akan mengikuti pemimpinnya.
Menjelang pemilu ini, banyak sekali kampanye-kampanye yang bermunculan yang dilakukan oleh para pendukung calon untuk menjatuhkan pamor lawan dengan mengungkapkan kejelekan-kejelekan dari lawannya, baik dalam sejarah politiknya maupun agamanya. Adanya banyak kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing kubu untuk menjatuhkan lawannya dengan mengungkapkan kejelekan-kejelekan ras dan agama lawannya menyebabkan masyarakat sulit memilah mana yang termasuk fakta, dan mana yang termasuk kampanye hitam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahkan kebanyakan masyarakat awam langsung menerima dan mempercayai adanya kabar tersebut tanpa menyelidiki kebenaran dari informasi-informasi yang mereka peroleh. Kampanye negatif  tersebut mengungkapkan asal-usul agama dari masing-masing capres dan cawapres ke publik. Misalnya pada kubu A dia adalah orang Islam yang dipertanyakan keislamannya karena dia hidup pada lingkungan keluarga yang beragama non-Islam (kristiani). Sedangkan pada kubu B dikabarkan bahwa dia berasal dari keturunan china dan tidak bragama Islam, namun ada juga yang menyatakan bahwa dia adalah seorang muallaf. Berita seperti itu tentunya sangat merugikan apabila yang telah mencuat ke telinga masyarakat hanyalah isu belaka yang entah dimana kebenaran dari berita itu semua. Oleh karena itu kita dituntut untuk lebih selektif dalam menanggapi rumor tentang kampanye-kampanye dalam PILPRES kali ini.
Dalam Islam sendiri tidak pernah memandang negatif akan adanya Pemilihan Umum. Bahkan dalam Islam mendukung penuh akan Pemilu. Karena dalam suatu bangsa kita membutuhkan seorang pemimpin. Pemilihan seorang pemimpin dalam Islam dilakukan setelah wafatnya Rasulullah SAW. dalam pemilihan khalifah pun banyak perdebatan dikalangan sahabat. Mereka mempunyai alasan siapa yang mampu menggantikan tapuk kepemimpinan setelah Rasulullah. Politik yang ada sekarang pun ada juga pada zaman Rasulullah SAW. hanya pelaku dan peranan-peranannya yang agak berbeda. Demokrasi pada masa Sahabat dengan musyawarah, sedangkan sekarang dilakukan dengan diadakannya pemilihan umun. Adanya persoalan dalam pemilihan umum itu bukan karena system pemerintahannya. Tetapi karena oknum-oknum yang salah mengartikan pemilihan umum itu sendiri, bahkan menyalahgunakan adanya pemilu tersebut. Sekarang mulai gencar akan GOLPUT dalam masyarakat. Masyarakat menganggap politik Indonesia sudah kotor. Islam tidak pernah mengajarkan golput terjadi dalam pemilihan calon pemimpin bangsa ini. Pro kontra mengenai golput pun tidak asing lagi kita temui dalam suasana seperti ini.
Mengenai pandangan islam tentang pilpres, itu kembali pada pemikiran individunya masing-masing. Bagaimana mereka menyikapi sistem politik itu. Yang diharapkan dalam pilpres ini yaitu berjalan dengan damai, sesuai dengan syariat. Dan untuk calon yang nantinya akan memduduki kursi kepemimpinan mampu mengembankan amanat yang telah diberikan.