TUGAS MEREVIEW JURNAL
KTI
Oleh :
Nama : Muhibatul Khusna
NIM : 133711026
JURUSAN TADRIS KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2014
A.
Abstrak
Sejak tahun 1998,
demokratisasi di Indonesia telah menghasilkan perdebatan publik yang berputar
tentang isu-isu gender dan moralitas seksual. Kontroversi tidak hanya berfokus
pada perempuan, tetapi juga melibatkan perempuan sebagai peserta. Artikel ini
membahas bagaimana aktivis perempuan muslim beradaptasi dalam dua wacana global
yang berpartisipasi dalam ruang publik tentang pornografi dan poligami.
Perdebatan moral di Indonesia menunjukkan cara penting dimana wacana global
dinegosiasikan dalam pengaturan nasional. Dalam perdebatan beberapa perempuan muslim
menggunakan wacana feminisme dan Islam liberal untuk memperdebatkan kesetaraan
gender, sementara yang lain menggunakan Islam pada peraturan moral yang lebih
besar di masyarakat. Dalam penelitian menunjukkan bahwa wacana global yang
feminisme dan revivalisme Islam dimediasi melalui organisasi-organisasi
nasional dalam bentuk aktivisme politik perempuan dan menyalurkannya dalam arah
yang berbeda.
B.
Latar Belakang
Wanita Indonesia
yang ideal adalah yang cerdas, bermoral, dan disisi agama ia adalah sholehah.
Sehingga dengan kecerdasan dia dapat mengembangkan dirinya dan keluarganya pada
masyarakat. Dengan kebaikan dan moralitas dia bisa mempengaruhi generasi
mendatang, karena dari rahimnya akan lahir generasi penerus bangsa. Dan yang
paling mendasar pada wanita muslim yaitu
sholehah dan taat kepada Allah swt. Sifat ini sering digunakan untuk merujuk
pada wanita muslim yang ideal. Dari semua sifat tersebut yang paling penting
adalah moralnya, karena dalam era teknologi yang modern ini semua kegiatan diperbolehkan, sehingga mengkhawatirkan
adanya tingkat amoralitas yang sangat tinggi.
Tahun-tahun sejak
runtuhnya rezim Soeharto di Indonesia telah ditandai oleh serangkaian
perdebatan yang memecah belah negeri ini. Sejak tahun 1998, Indonesia telah
disibukkan oleh kontroversi atas isu-isu seperti pornografi, poligami, aborsi
dan homoseksual. Perdebatan ini bermain keluar di media massa, internet,
parlemen dan di jalan-jalan kota besar. Perdebatan ini melibatkan tentang
kontroversi gender, politik, dan globalisasi. Kontroversi ini tidak hanya fokus
pada wanita tetapi juga melibatkan wanita pada seluruh spektrum politik.
Perdebatan moral di Indonesia menunjukkan cara penting dimana wacana global
dinegosiasikan dalam pengaturan nasional. Dua wacana yang dilibatkan yaitu
feminisme dan ide-ide terkait dengan kebangkitan Islam. Negara Indonesia memiliki
penduduk muslim terbesar didunia, dan dalam beberapa tahun terakhir kebebasan
politik baru telah memungkinkan untuk perdebatan di ruang publik. Dalam
perdebatan, beberapa wanita muslim menggunakan wacana feminisme dan Islam
liberal yang memperdebatkan kesetaraan wanita, sementara yang lain menggunakan
Islam yang lebih bermoral untuk menyerukan peraturan dalam masyarakat.
C.
Metodologi
Subjek penelitian ini adalah seluruh perempuan muslim di Indonesia. Jurnal
ini didasarkan pada penelitian disertasi
dan didanai oleh Fulbright-Hays Amerika Serikat, Indonesia Society, dan Yayasan
Sains Nasional disertasi Doktor Peningkatan Hibah, serta tindak lanjut
penelitian dan penulisan didanai oleh National
University of Singapore.
D.
Hasil dan Pembahasan
Beberapa tahun
belakangan ini, terjadi hiruk piruk perbincangan tentang isu-isu gender,
termasuk menyangkut isu-isu hak perempuan yang terabaikan, dan tersingkir dari
peraturan kehidupan dunia yang terlampau patriarkhis. Sejumlah diskusi,
seminar, dan kajian-kajian yang intens telah dilakukan guna dilakukan guna
merespon isu-isu ketidakadilan gender. Isu-isu ketimpangan gender hampir masuk
ke sudut-sudut disiplin, baik dalam disiplin humaniora maupun disiplin non
humaniora.
Pada akhirnya,
perbincangan mengenai kesetaraan gender juga tidak bisa melupakan gerakan
feminisme yang begitu kuat diabad modern. Gerakan feminisme mempertanyakan
ulang ketimpangan gender yang terjadi terutama pada konsepsi perbedaan peran
laki-laki atas perempuan, dimana laki-laki memiliki superioritas atas perempuan
dalam segala aspek kehidupan. Bahkan, peran-peran dalam dunia publik lebih
banyak dipegang oleh laki-laki daripada perempuan. Sebaliknya perempuan lebih
banyak berperan dalan level domestik, baik sebagai istri maupun sebagai ibu
rumah tangga.
Gender merupakan suatu
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan., yang dikontruksi secara
sosial maupun kultural, gender juga
menyangkut aspek-aspek non biologis
lainnya. Jika yang menngkontruksi gender adalah sosial dan kultural, maka agama
dan segala tafsirnya patut didudukkan pada posisi yang sama dengan faktor
sosial dan kultural yang lain. Tidak lain karena agama adalah bagian dari
kebudayaan manusia yang keberadaannya begitu penting sebagai sumber moral.
Dalam Islam tidak mengenal perbedaan gender, Islam memandang antara laki-laki
dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Terdapat empat prinsip yang harus
mendasari hubungan laki-laki dan perempuan yang diajarkan oleh Al-Qur’an, yakni
persamaan, persaudaraan, kemerdekaan, dan keadilan. Persamaan yang dimaksud
adalah persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam kemanusiaannya, bukan
peran dan hak serta kewajibannya dalam keluarga dan masyarakat. Sementara
mengenai persaudaraan, Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia merupakan bangsa yang
satu, dan menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial dimana mereka saling
membutuhkan satu sama lain. Selanjutnya mengenai prinsip kemerdekaan, Al-Qur’an
menyatakan bahwa manusia telah diberikan amanah yang berupa kehendak bebas yang
harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah swt. Sedangkan terkait dengan
prinsip keadilan, Al-Qur’an sejatinya tidak memberikan hak prerogratif kepada
kaum laki-laki dan mendiskreditkan perempuan, baik di wilayah domestic maupun
wilayah public. Keadilan juga harus
ditegakkan oleh dan kepada semuanya, baik laki-laki maupun perempuan.
Perdebatan gender yang
terjadi di Indonesia melibatkan antara globalisasi, feminisme dan Islam.
Globalisasi dapat dipelajari dengan berbagai cara, namun literatur tentang
globalisasi dan budaya menentukan wacana
transnasional dan gerakan nasional. Aspek kunci dari proses global kontemporer
adalah munculnya kumpulan khusus wilayah atau wewenang dan hak-hak yang mengacu
pada pada kerangka kerja normative sebagai alternatif. Feminisme dan
kebangkitan Islam juga dapat dilihat sebagai kerangka normatif yang
menghubungkan perdebatan moral untuk visi yang berbeda dari Negara Indonesia.
Para sarjana berpendapat bahwa perempuan sering dianggap sebagai perwujudan
identitas nasional atau masyarakat. Dalam masa pergolakan sosial, perilaku
perempuan sering menjadi fokus perhatian dalam masyarakat. Perubahan sosial
juga menghasilkan ketegangan yang jelas dalam perdebatan tentang perempuan
dalam masyarakat dan wacana yang mengikat seksualitas perempuan dalam
reproduksi nasional.
Feminisme
transnasional dan kebangkitan Islam keduanya memiliki kesamaan bahwa orientasi
etika dapat menuntut perubahan tatanan sosial, terutama yang terkait dengan
peran gender dan keluarga. Dalam implementasi keadilan di Indonesia terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok modernis dan kelompok tradisionalis.
1.
Kelompok Modernis
Perbedaan gender
laki-laki dan perempuan adalah bukan kodrat, akan tetapi bentukan dari kondisi
sosiokultur (nurture). Secara fisik
laki-laki dan perempuan memang berbeda, akan tetapi persoalan lain seperti
rasio, rasio, emosi, keberanian, kecerdasan, dan yang lainnya yang sejenis
adalah sama. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama, baik didalam sector publik maupun domestik. Didalam sector
publik, perempuan berhak bekerja diluar rumah, aktif dalam organisasi
kemasyarakatan maupun aktif dalam lapangan politik.
2.
Kelompok Tradisional
Perbedaan gender
yang kodrati, yaitu tugas reproduksi bagi perempuan sendiri yang lemah akal, fisik, dan emosional,
sebaiknya laki-laki yang memiliki beban publik, yaitu mencari nafkah dan
mayoritas laki-laki fisiknya kuat, rasional, dan memilki nafsu seks yang
tinggi, maka mempengaruhi tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan
dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik maupun keluarga. Laki-laki dipandang
lebih mampu mengakses tugas-tugas
publik. Walaupun ada perempuan yang kuat fisik, dan mentalnya, serta rasional
(lebih pintar dari pada laki-laki).
Perempuan dianggap
sebagai makhluk domestik dan pelengkap kaum laki-laki saja. Bahkan sejak
perempuan lahir hingga matipun selalu diperlakukan dan dihargai separoh
laki-laki. Perdebatan tentang peran perempuan dalam kehidupan publik dan
keluarga telah berlangsung sejak 1990'an dan beberapa feminisme menunjukkan
bahwa gerakan Islam merupakan upaya untuk mengembalikan hak prerogatif
laki-laki.
Setelah
tahun 1998, perdebatan moral menjadi fitur mengakar dari ruang publik di
Indonesia pornografi dan poligami adalah dua hal yang paling diperdebatkan. Perdebatan mengenai pornografi diklaim karena
menampilkan tubuh perempuan melanggar nilai-nilai Islam dipublik. Demikian
pula, perdebatan poligami berputar sekitar gagasan tentang keluarga dan
interpretasi agama serta efek poligami terhadap perempuan. Pada tahun 1920’an
dan 1930’an perempuan Indonesia sudah aktif dalam organisasi Islam. Dan setelah
kemerdekaan, konstitusi menjamin hak-hak kewajiban yang sama antara laki-laki
dan perempuan, tetapi hanya sedikit perempuan yang terlibat dalam politik
formal.
E.
Kesimpulan
Gender merupakan
suatu yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan., yang dikontruksi
secara sosial maupun kultural, gender
juga menyangkut aspek-aspek non
biologis lainnya. Dalam Islam tidak mengenal perbedaan gender, Islam memandang
antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Terdapat empat
prinsip yang harus mendasari hubungan laki-laki dan perempuan yang diajarkan
oleh Al-Qur’an, yakni persamaan, persaudaraan, kemerdekaan, dan keadilan.
Perdebatan gender yang terjadi di Indonesia melibatkan antara globalisasi,
feminisme dan Islam. Dalam implementasi keadilan di Indonesia terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok modernis dan kelompok tradisionalis.
Daftar
Pustaka
Muhibbin. 2007. Pandangan Islam Terhadap Perempuan. Semarang:
RaSAIL Media Group
Purwaningsih, Sri. 2009. Kiai dan Keadilan Gender di Indonesia.
Semarang: Walisongo Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar