Selasa, 01 April 2014

WANITA MUSLIM DALAM KONTROVERSI GENDER DI INDONESIA





TUGAS MEREVIEW JURNAL KTI
















Oleh :
Nama  : Muhibatul Khusna
NIM    : 133711026



JURUSAN TADRIS KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2014






A.    Abstrak
Sejak tahun 1998, demokratisasi di Indonesia telah menghasilkan perdebatan publik yang berputar tentang isu-isu gender dan moralitas seksual. Kontroversi tidak hanya berfokus pada perempuan, tetapi juga melibatkan perempuan sebagai peserta. Artikel ini membahas bagaimana aktivis perempuan muslim beradaptasi dalam dua wacana global yang berpartisipasi dalam ruang publik tentang pornografi dan poligami. Perdebatan moral di Indonesia menunjukkan cara penting dimana wacana global dinegosiasikan dalam pengaturan nasional. Dalam perdebatan beberapa perempuan muslim menggunakan wacana feminisme dan Islam liberal untuk memperdebatkan kesetaraan gender, sementara yang lain menggunakan Islam pada peraturan moral yang lebih besar di masyarakat. Dalam penelitian menunjukkan bahwa wacana global yang feminisme dan revivalisme Islam dimediasi melalui organisasi-organisasi nasional dalam bentuk aktivisme politik perempuan dan menyalurkannya dalam arah yang berbeda.

B.     Latar Belakang
Wanita Indonesia yang ideal adalah yang cerdas, bermoral, dan disisi agama ia adalah sholehah. Sehingga dengan kecerdasan dia dapat mengembangkan dirinya dan keluarganya pada masyarakat. Dengan kebaikan dan moralitas dia bisa mempengaruhi generasi mendatang, karena dari rahimnya akan lahir generasi penerus bangsa. Dan yang paling  mendasar pada wanita muslim yaitu sholehah dan taat kepada Allah swt. Sifat ini sering digunakan untuk merujuk pada wanita muslim yang ideal. Dari semua sifat tersebut yang paling penting adalah moralnya, karena dalam era teknologi yang modern ini  semua kegiatan  diperbolehkan, sehingga mengkhawatirkan adanya tingkat amoralitas yang sangat tinggi.
Tahun-tahun sejak runtuhnya rezim Soeharto di Indonesia telah ditandai oleh serangkaian perdebatan yang memecah belah negeri ini. Sejak tahun 1998, Indonesia telah disibukkan oleh kontroversi atas isu-isu seperti pornografi, poligami, aborsi dan homoseksual. Perdebatan ini bermain keluar di media massa, internet, parlemen dan di jalan-jalan kota besar. Perdebatan ini melibatkan tentang kontroversi gender, politik, dan globalisasi. Kontroversi ini tidak hanya fokus pada wanita tetapi juga melibatkan wanita pada seluruh spektrum politik. Perdebatan moral di Indonesia menunjukkan cara penting dimana wacana global dinegosiasikan dalam pengaturan nasional. Dua wacana yang dilibatkan yaitu feminisme dan ide-ide terkait dengan kebangkitan Islam. Negara Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar didunia, dan dalam beberapa tahun terakhir kebebasan politik baru telah memungkinkan untuk perdebatan di ruang publik. Dalam perdebatan, beberapa wanita muslim menggunakan wacana feminisme dan Islam liberal yang memperdebatkan kesetaraan wanita, sementara yang lain menggunakan Islam yang lebih bermoral untuk menyerukan peraturan dalam masyarakat.

C.    Metodologi
Subjek penelitian ini adalah seluruh perempuan muslim di Indonesia. Jurnal ini  didasarkan pada penelitian disertasi dan didanai oleh Fulbright-Hays Amerika Serikat, Indonesia Society, dan Yayasan Sains Nasional disertasi Doktor Peningkatan Hibah, serta tindak lanjut penelitian dan penulisan didanai oleh National  University of Singapore.

D.    Hasil dan Pembahasan
Beberapa tahun belakangan ini, terjadi hiruk piruk perbincangan tentang isu-isu gender, termasuk menyangkut isu-isu hak perempuan yang terabaikan, dan tersingkir dari peraturan kehidupan dunia yang terlampau patriarkhis. Sejumlah diskusi, seminar, dan kajian-kajian yang intens telah dilakukan guna dilakukan guna merespon isu-isu ketidakadilan gender. Isu-isu ketimpangan gender hampir masuk ke sudut-sudut disiplin, baik dalam disiplin humaniora maupun disiplin non humaniora.
Pada akhirnya, perbincangan mengenai kesetaraan gender juga tidak bisa melupakan gerakan feminisme yang begitu kuat diabad modern. Gerakan feminisme mempertanyakan ulang ketimpangan gender yang terjadi terutama pada konsepsi perbedaan peran laki-laki atas perempuan, dimana laki-laki memiliki superioritas atas perempuan dalam segala aspek kehidupan. Bahkan, peran-peran dalam dunia publik lebih banyak dipegang oleh laki-laki daripada perempuan. Sebaliknya perempuan lebih banyak berperan dalan level domestik, baik sebagai istri maupun sebagai ibu rumah tangga.
Gender merupakan suatu yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan., yang dikontruksi secara sosial maupun kultural, gender  juga menyangkut  aspek-aspek non biologis lainnya. Jika yang menngkontruksi gender adalah sosial dan kultural, maka agama dan segala tafsirnya patut didudukkan pada posisi yang sama dengan faktor sosial dan kultural yang lain. Tidak lain karena agama adalah bagian dari kebudayaan manusia yang keberadaannya begitu penting sebagai sumber moral. Dalam Islam tidak mengenal perbedaan gender, Islam memandang antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Terdapat empat prinsip yang harus mendasari hubungan laki-laki dan perempuan yang diajarkan oleh Al-Qur’an, yakni persamaan, persaudaraan, kemerdekaan, dan keadilan. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam kemanusiaannya, bukan peran dan hak serta kewajibannya dalam keluarga dan masyarakat. Sementara mengenai persaudaraan, Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia merupakan bangsa yang satu, dan menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial dimana mereka saling membutuhkan satu sama lain. Selanjutnya mengenai prinsip kemerdekaan, Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia telah diberikan amanah yang berupa kehendak bebas yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah swt. Sedangkan terkait dengan prinsip keadilan, Al-Qur’an sejatinya tidak memberikan hak prerogratif kepada kaum laki-laki dan mendiskreditkan perempuan, baik di wilayah domestic maupun wilayah public. Keadilan juga  harus ditegakkan oleh dan kepada semuanya, baik laki-laki maupun perempuan.
Perdebatan gender yang terjadi di Indonesia melibatkan antara globalisasi, feminisme dan Islam. Globalisasi dapat dipelajari dengan berbagai cara, namun literatur tentang globalisasi  dan budaya menentukan wacana transnasional dan gerakan nasional. Aspek kunci dari proses global kontemporer adalah munculnya kumpulan khusus wilayah atau wewenang dan hak-hak yang mengacu pada pada kerangka kerja normative sebagai alternatif. Feminisme dan kebangkitan Islam juga dapat dilihat sebagai kerangka normatif yang menghubungkan perdebatan moral untuk visi yang berbeda dari Negara Indonesia. Para sarjana berpendapat bahwa perempuan sering dianggap sebagai perwujudan identitas nasional atau masyarakat. Dalam masa pergolakan sosial, perilaku perempuan sering menjadi fokus perhatian dalam masyarakat. Perubahan sosial juga menghasilkan ketegangan yang jelas dalam perdebatan tentang perempuan dalam masyarakat dan wacana yang mengikat seksualitas perempuan dalam reproduksi nasional.
Feminisme transnasional dan kebangkitan Islam keduanya memiliki kesamaan bahwa orientasi etika dapat menuntut perubahan tatanan sosial, terutama yang terkait dengan peran gender dan keluarga. Dalam implementasi keadilan di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok modernis dan kelompok tradisionalis.
1.      Kelompok Modernis
Perbedaan gender laki-laki dan perempuan adalah bukan kodrat, akan tetapi bentukan dari kondisi sosiokultur (nurture). Secara fisik laki-laki dan perempuan memang berbeda, akan tetapi persoalan lain seperti rasio, rasio, emosi, keberanian, kecerdasan, dan yang lainnya yang sejenis adalah sama. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, baik didalam sector publik maupun domestik. Didalam sector publik, perempuan berhak bekerja diluar rumah, aktif dalam organisasi kemasyarakatan maupun aktif dalam lapangan politik.
2.      Kelompok Tradisional
Perbedaan gender yang kodrati, yaitu tugas reproduksi bagi perempuan sendiri  yang lemah akal, fisik, dan emosional, sebaiknya laki-laki yang memiliki beban publik, yaitu mencari nafkah dan mayoritas laki-laki fisiknya kuat, rasional, dan memilki nafsu seks yang tinggi, maka mempengaruhi tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik maupun keluarga. Laki-laki dipandang lebih  mampu mengakses tugas-tugas publik. Walaupun ada perempuan yang kuat fisik, dan mentalnya, serta rasional (lebih pintar dari pada laki-laki).
Perempuan dianggap sebagai makhluk domestik dan pelengkap kaum laki-laki saja. Bahkan sejak perempuan lahir hingga matipun selalu diperlakukan dan dihargai separoh laki-laki. Perdebatan tentang peran perempuan dalam kehidupan publik dan keluarga telah berlangsung sejak 1990'an dan beberapa feminisme menunjukkan bahwa gerakan Islam merupakan upaya untuk mengembalikan hak prerogatif laki-laki.
Setelah tahun 1998, perdebatan moral menjadi fitur mengakar dari ruang publik di Indonesia pornografi dan poligami adalah dua hal yang paling diperdebatkan.  Perdebatan mengenai pornografi diklaim karena menampilkan tubuh perempuan melanggar nilai-nilai Islam dipublik. Demikian pula, perdebatan poligami berputar sekitar gagasan tentang keluarga dan interpretasi agama serta efek poligami terhadap perempuan. Pada tahun 1920’an dan 1930’an perempuan Indonesia sudah aktif dalam organisasi Islam. Dan setelah kemerdekaan, konstitusi menjamin hak-hak kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi hanya sedikit perempuan yang terlibat dalam politik formal.









E.     Kesimpulan
Gender merupakan suatu yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan., yang dikontruksi secara sosial maupun kultural, gender  juga menyangkut  aspek-aspek non biologis lainnya. Dalam Islam tidak mengenal perbedaan gender, Islam memandang antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Terdapat empat prinsip yang harus mendasari hubungan laki-laki dan perempuan yang diajarkan oleh Al-Qur’an, yakni persamaan, persaudaraan, kemerdekaan, dan keadilan. Perdebatan gender yang terjadi di Indonesia melibatkan antara globalisasi, feminisme dan Islam. Dalam implementasi keadilan di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok modernis dan kelompok tradisionalis.
























Daftar Pustaka

Muhibbin. 2007. Pandangan Islam Terhadap Perempuan. Semarang: RaSAIL Media Group
Purwaningsih, Sri. 2009. Kiai dan Keadilan Gender di Indonesia. Semarang: Walisongo Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar